Wednesday, December 29, 2010

Kebahagian Hakiki

Assalamualaikum ikhwah dan akhawat sekalian,
Ada ungkapan yang sangat dalam maknanya yang disampaikan oleh Syaikh Abi Madiin dalam kitab ‘Tahzib Madarijus Salikin’.
Katanya :
"Orang yang telah benar-benar melakukan hakikat penghambaan (ubudiyah) akan :
  1. Melihat perbuatannya dari kaca mata riya’.
  2. Melihat keadaan dirinya dengan mata curiga.
  3. Melihat perkataannya dengan mata tuduhan.
Ia lantas menjelaskan bahwa keadaan seperti itu muncul kerana semakin besarnya tuntutan kesempurnaan dalam diri seseorang.
Semakin tinggi tuntutan dalam hatimu, maka semakin kecillah kamu memandang dirimu sendiri serta akan semakin mahal harga yang mesti ditunaikan untuk memperolehi tuntutan hatimu itu."
Maka, jangan hentikan perenungan dan muhasabah diri kita masing-masing. Sungguh banyak lubang yang mesti kita berwaspada di tengah-tengah kehidupan yang penuh fitnah dan tipu daya ini.
Manusia diciptakan dalam keadaan susah payah. Memang itulah ketentuan Allah swt.
Al-Qur’an menyinggung masalah ini sebagaimana yang tercatat dalam firman Allah swt :
“Sungguh telah Kami ciptakan manusia dalam keadaan susah payah.” (QS Al Balad : 4)
Perkataan `kabad’ dalam kamus ‘Mu’jam Al Washit’ didefinasikan dengan perkataan ‘masyaqqah wa`ana’ yang bererti kesulitan dan kesusahan.
Ya, sulit dan susah. Itulah yang pasti akan menghiasi hidup kita semua.
Jangan merasa hairan dengan kenyataan hidup dan jangan hairan dengan terpaan masalah hidup.
Sudah terlalu banyak firman Allah swt dan petunjuk Rasulullah saw yang menuntun kita untuk memahami realiti itu.
Hidup itu memang tempat kita ditempa, diuji dengan semua keadaannya.
"Kami akan mengujimu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cubaan (yang sebenar-benarnya). Dan, hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan." (QS Al-Anbiya’ : 35)
Terdapat banyak peringatan Al-Qur’an tentang kehidupan adalah agar kita tidak terkejut dengan bencana, musibah dan aneka ragam masalah kehidupan.
  1. Orang yang telah mengetahui sebelum merasakan sesuatu yang berat tentu akan lebih ringan tatkala ia merasakannya.
  2. Orang yang belum mengetahui sesuatu yang sulit, pasti akan terkejut dan merasa terlalu payah saat ia mengalami kesulitan.
Abu Sa’id Al Khudri ra dahulu pernah menjenguk Rasulullah saw ketika beliau menderita demam menjelang kewafatan baginda.
"Kuletakkan tanganku di badannya. Aku merasakan panas di tanganku di atas selimut. Lalu aku berkata:
"Wahai Rasulullah, alangkah kerasnya sakit ini."
Rasul mengatakan, "Begitulah kami (para nabi). Cubaan dilipatgandakan kepada kami dan pahala juga ditingkatkan bagi kami."
Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berat cubaannya?"
Beliau menjawab: "Para Nabi."
 Aku bertanya lagi, "Wahai Rasulullah, kemudian siapa lagi?"
Rasul mengatakan, "Orang-orang yang soleh. Apabila salah seorang di antara mereka diuji dengan kemiskinan, adalah sampai salah seorang mereka diuji tidak mendapatkan apapun kecuali baju yang dikumpulkan. Tapi, bila seorang di antara mereka diberi ujian kesenangan, adalah sebagaimana salah seorang di antara kamu senang kerana kemewahan." (HR Ibnu Majah)
Kita pasti ingin hidup bahagia, jauh dari kesulitan dan kesedihan serta tidak ada masalah yang memberatkan.
Ya, kita semua ingin bahagia dan kebahagiaan hidup yang hakiki itu hanya dapat dicapai melalui kedekatan diri kita kepada Allah melalui amal-amal ibadah dan kesolehan. Hanya itu jalannya.
Cuba kita renungkan, bagaimana keadaan hati ketika kita melakukan aktiviti ibadah kepada Allah swt.
Renungkan juga, bagaimana suasana kalbu kita ketika kita melakukan ibadah solat yang dilakukan dengan berjamaah.
  1. Gembirakah?
  2. Senangkah?
  3. Bercahayakah?
Jawabannya, pasti ya.
Dengarlah, bagaimana bunyi doa yang dianjurkan oleh Rasulullah saw untuk dibaca di kala kita melangkah ke masjid :
"Ya Allah, jadikanlah di dalam hatiku cahaya. Pada pendengaranku cahaya. Pada penglihatanku cahaya. Di sebelah kananku cahaya. Di sebelah kiriku cahaya. Di depanku cahaya. Di belakangku cahaya. Di atasku cahaya dan di bawahku cahaya. Dan jadikanlah diriku bercahaya." (HR Muslim dan Abu Dawud)
Cahaya itu yang akan menerangi jiwa. Jiwa yang bercahaya pasti akan merasakan kebahagiaan dan ketenangan. Itulah inti kehidupan yang sering dilupakan manusia dan mungkin oleh kita juga.
Ramai di antara kita yang mencari-cari kebahagiaan dari sumber yang tidak memiliki kebahagiaan yang memberi ketenangan.
Kita sering menggantungkan kebahagiaan dari keadaan yang sebenarnya tidak membantu untuk  mententeramkan hati.
Ibnul Qayyim mengistilahkan keadaan rasa bahagia dan tenang dalam jiwa dengan istilah rahmah bathiniyah’ (kasih sayang batin) yang Allah berikan kepada hambaNya yang melakukan ketaatan.
Kasih sayang batin itu adalah sentuhan perasaan dalam hati seseorang yang mendapat musibah berupa ketenangan dan ketenteraman. Tidak resah dan tidak pula khuatir.
Perhatikanlah kata-katanya yang menggambarkan keadaan seseorang yang mendapat kasih sayang batin itu :
"Seorang hamba boleh justeru menjadi sangat sibuk merasakan kasih sayangNya, ketika ia menghadapi penderitaan yang berat. Dia berfikir seperti itu, kerana yakin bahwa itu adalah pilihan terbaik yang ditetapkan kepadaNya."
Di sinilah hakikat kebahagiaan hidup yang kita cari selama ini.
Ya Allah, kurniakanlah kebahagiaan yang hakiki kepada kami berupa ketenangan hati bersama taqdir dan ketentuanMu walaupun dunia di luar berkecamuk dengan segala permasaalahnnya. Limpahkanlah cahaya dariMu supaya ianya mampu menerangi setiap rongga di tubuh dan persekitaran kami.
Ameen Ya Rabbal Alameen
WAS

Itqaan - ketelitian

Assalamualaikum ikhwah dan akhawat sekalian,

"Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi nescaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah." (QS Al Mulk : 3-4)

Perkataan "Itqaan" memberi makna :
1. Teliti.
2. Profesional.

3. Bersungguh-sungguh.

4. Serius.

5. Rapi.

6. Sempurna.

Tidak ada di dalamnya main-main. Semua perbuatan Allah adalah "mutqin". Maka oleh sebab itu segala ciptaanNya sangat sempurna.
Ayat di atas menggambarkan salah satu contoh dari kesempurnaan ciptaan Allah.

Imam As Suyuthi menulis sebuah kitab berjudul "Al Itqan Fi Ulumil Qur’an” (Ketelitian Dalam Ilmu Al Qur'an) dan sesiapapun yang membaca kitab tersebut benar-benar faham bahwa kitab tersebut mencerminkan judulnya.

Apa sahaja yang berkenaan dengan ilmu-ilmu Al Qur'an dibahas oleh Imam As Suyuthi secara mendalam. Bukan setakat itu, kitab ini juga sangat lengkap, mencakupi berbagai pembahasan yang berkenaan dengan ilmu-ilmu tentang Al Qur'an.

Para ulama' mengatakan bahwa kitab inilah yang pertama kali dengan secara sempurnanya membahas tentang ilmu-ilmu yang berkaitan dengan Al Qur'an. Sesiapapun yang ingin memahami seluk-beluk Al Qur'an, sangat di anjurkan membaca kitab ini.

ALLAH TIDAK PERNAH MAIN-MAIN

Ayat di atas menggambarkan betapa Alah swt dalam menciptakan langit benar-benar rapi dan seimbang serta tidak ada cacat sedikitpun.
Perhatikan bagaimana Allah swt mencabar siapa sahaja untuk melihat secara berulang kali.
Lihatlah dengan kaca mata biasa atau lihatlah dengan kaca mata teknologi yang paling canggih. Itu semua akan membuktikan bahwa penciptaan langit benar-benar sempurna.

Dari ayat di atas nampak jelas beberapa makna yang penting untuk kita fahami dalam pembahasan ini :

PERTAMA : ALLAH SWT TIDAK PERNAH MAIN-MAIN DALAM SEGALA CIPTAANNYA.

Setiap ciptaan Allah di alam semesta ini adalah mengkagumkan. Maka sungguh tidak masuk akal jika kemudiannya manusia bersifat main-main dan tidak bersungguh-sungguh untuk mentaati Allah swt.

Cuba kita renungkan, apakah alasan untuk kita bersikap main-main?

Adakah akal kita yang sihat akan mengatakan bahwa semua ciptaan yang sedemikian agung ini tujuannya hanya untuk
  1. Ditertawakan?
  2. Dipersia-siakan?
Sebegitu serius Allah menciptakan langit, lalu kemudian manusia yang hidup di bawahnya tidak pernah memperhatikannya.
Kalaupun memperhatikannya dan melakukan penelitian untuknya tetapi semua penelitian itu tidak ke arah untuk mengenal PenciptaNya melainkan hanya sekadar untuk menjadi dokumentasi pengetahuan semata-mata.

Yang lebih malang lagi, adalah justeru setelah menyaksikan keagungan angkasa raya, malah mengatakan semua itu terjadi dengan sendirinya, tanpa ada yang menciptakanNya, Naudzubillah.

Benarkah kerapian sistem yang demikian luar biasa ini terjadi dengan sendirinya?

Akal sihat yang mana yang mahu menerima pernyataan bahwa itu terjadi dengan sendirinya?

Di dalam Al Qur'an, Allah swt sentiasa mengingatkan tentang bukti-bukti keagungan ciptaanNya supaya manusia tahu bahwa tidak mungkin itu terjadi tanpa ada yang menciptakannya.

Dalam surah Ar Rahman, Allah swt secara khusus mengulang-ulang pertanyaan untuk menggugah akal manusia agar manusia melihat semua itu kerana Allah swtlah yang mengaturnya. Bahkan pertanyaan-pertanyaan itu diulang sampai 31 kali dan di antara yang Allah sebutkan adalah penciptaan langit.

Allah swt berfirman :

"Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu." (QS Ar Rahman : 7-9)

Sungguh luar biasa keseimbangan yang Allah tegakkan dan kerana itulah Allah berpesan dalam ayat ini :
Janganlah sekali-kali kamu melanggar keseimbangan ini kerana sedikit sahaja kita melanggar, pasti akan membawa malapetaka, tidak sahaja kepada lingkungan di mana kita hidup, tetapi kepada diri kita sendiri. Akibat yang lebih jauh, Allah sangat murka kepada orang-orang yang tidak mahu ikut aturan yang telah Allah letakkan.

Kemurkaan Allah (kalau tidak segera diiringi dengan taubat) tentu secara gilirannya dilanjutkan dengan azabNya.

Itulah yang pernah Allah tunjukkan kepada kaum Aad, Thamud dan Fir'aun.

Perhatikan betapa setiap perbuatan yang diasaskan atas sikap main-main pasti akan membawa malapetaka terhadap kemanusiaan. Oleh kerana itu tidak ada pilihan dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah kecuali bersungguh-sungguh dengan penuh keseriusan tanpa sedikitpun main-main.

KEDUA : ALLAH MENCABAR SESIAPAPUN UNTUK BENAR-BENAR MENILAI KERAPIAN CIPTAANNYA.

Mengapa?

Ini adalah supaya manusia tahu bahwa semua itu tidak patut dibalas dengan sikap main-main. Tapi sayangnya, masih ramai bahkan majoriti manusia yang bersikap main-main.

Oleh kerana itu, seorang mu'min dalam menegakkan ibadah kepada Allah jangan bersikap mudah atau "Take it for granted".

Dalam pembukaan surah Al Mu'minun ketika Allah swt menyebutkan ciri-ciri orang beriman yang hakiki, menyebutkan di antaranya bahwa solat mestilah khusyu' dan bukan sekadar melaksanakan gerakan solat.

Imam Ibnu Taimiyah mengatakan dalam kitabnya "Majmu' Fatawa", bahwa khusyu' dalam solat merupakan kualiti yang mesti dicapai.

Oleh sebab itu, Allah swt dalam surah Al Mu'minun tersebut menjadikannya sebagai syarat untuk mencapai kebahagiaan. Ertinya seseorang tidak akan dapat meraih kebahagiaan jika solatnya tidak khusyu'.

Dalam banyak ayat mengenai solat, Allah swt sentiasa menggunakan perkataan "aqaama – yuqiimu" yang ertinya "menegakkan" .

Dalam pembukaan surah Al Baqarah misalnya Allah swt berfirman: "wayuqiimuunash shalaata".

Mengapa Allah tidak berfirman : "wayushalluuna" ?

Imam Al Jashshash dalam tafsirnya "Ahkamul Qur'an" membahas rahsia ungkapan ini secara mendalam dan panjang lebar.

Kesimpulannya bahwa di dalam perkataan "aqaama-yuqiimu" terkandung makna kemestian menegakkan dengan serius dan bersungguh-sungguh. Maksudnya bahwa seseorang dalam menegakkan solat mesti benar-benar memenuhi hak-hak solat seperti :
  1. Menegakkan rukun-rukunnya.
  2. Khusyu'nya.
  3. Ketepatan waktunya.
  4. Dikerjakan secara berjamaah di masjid.
  5. Wudhu'nya pun sebagai syarat sahnya.
  6. Tempat dan pakaian mesti bersih dan suci.
Semua itu adalah gambaran dari kesungguhan seseorang dalam menegakkan solat.

KEPERLUAN KETELITIAN DALAM BERDAKWAH

Bila dalam ayat di atas Allah swt menunjukkan bahwa segala ciptaanNya sangat rapi, itu juga menunjukkan bahwa tidak sepatutnya seseorang dalam menyembah Allah bersikap bermudah-mudah.

Apalagi dalam berdakwah kepadaNya yang segala gerak geri dan arahnya sangat berkaitan dengan selamat atau tidaknya orang yang didakwahkan itu.

Maksudnya :
  1. Apabila seseorang berdakwah ke jalan yang salah, berapa ramai manusia yang tersesat kerananya.
Sebaliknya :
  1. Apabila seseorang berdakwah ke jalan yang benar, maka sungguh begitu ramai manusia yang akan menikmati buah keselamatan kerananya.
Para ulama’ dahulu memang terkenal dengan ketelitian dan kerapian dalam :
  1. Mencari ilmu.
  2. Mendokumentasikan ilmu.
  3. Mengamalkan ilmu.
Pelbagai kitab yang mereka tulis dalam berbagai bidang seperti tafsir, hadits, kedoktoran, sejarah dan sebagainya semuanya mencerminkan bahwa itu semua merupakan buah kerja keras yang sangat serius dan bukannya kerja main-main dan bermudah-mudah.

Semua itu lahir dari ruh kesedaran terhadap amanah yang kelak di hari Kiamat pasti akan dipertanggungjawabkan. Mereka takut kalau-kalau ternyata ilmu yang mereka berikan itu salah atau tersasar dari landasan yang sebenar.

Oleh kerana itu banyak kisah-kisah yang sangat memberi kesan tentang perjuangan mereka dalam berdakwah dan mencari Ilmu.

Disebutkan bahwa Imam Ahmad bin Hanbal pernah berjalan kaki sejauh 30 ribu batu untuk mencari hadits.

Disebutkan juga bahwa Imam Ibnu Hibban belajar hadits dari 2,000 syaikh.

Di lapangan dakwah pula, kita tidak dapat melukiskan dengan kata-kata bagaimana agungnya pengorbanan para sahabat, para tabiin dan para ulama' untuk mengajarkan dan menyebarkan ajaran Allah di muka bumi. Tidak terhitung dari mereka yang :
  1. Mati syahid dalam berbagai pertempuran kerana membela agama Allah.
  2. Meninggalkan tanah air mereka untuk mengajarkan hukum-hukum Allah.
  3. Meninggal dunia di tempat yang jauh dari negeri kelahiran mereka.
Bila kita teliti dari perjuangan Rasulullah saw, para sahabat dan para salafush soleh dalam berdakwah, ada beberapa ciri yang menunjukkan ketelitian dan kerapian yang mereka lakukan.
  1. Mereka benar-benar serius mencari ilmu dan mengajarkannya. Mereka tahu bahwa agama ini tidak mungkin tegak tanpa kefahaman yang benar. Oleh kerananyalah masalah ilmu bagi para ulama' adalah asas utama yang mesti dicapai sebelum langkah-langkah lainnya.
  2. Mereka benar-benar faham Islam secara komprehensif, oleh kerana itu mereka mengajarkan agama Islam secara utuh, bukan secara juz'iah.
  3. Mereka benar-benar berkorban waktu, fikiran, tenaga dan bahkan jiwa raga dalam usaha untuk menyebarkan ajaran Allah.
  4. Mereka benar-benar jujur dalam berdakwah, ertinya mereka tidak hanya mengajak orang lain mentaati Allah melainkan mereka sendirilah terlebih dahulu bersungguh-sungguh mengamalkannya.
  5. Mereka benar-benar faham bahwa dakwah bukan hanya kata bicara dan pidato semata-mata bahkan ianya suatu kesungguhan bergerak secara kolektif dan kerjasama dalam bentuk organisasi yang rapi.
  6. Mereka benar-benar berusaha menyatukan umat Islam bukan memecahbelahkan di antara mereka kerana mereka tahu bahwa keberkatan dan pertolongan Allah akan turun ketika umat ini bersatu.
  7. Mereka tahu bahwa dakwah yang benar adalah ajakan secara istiqamah untuk mengamalkan Islam bukan ajakan fanatik kepada golongan.
  8. Mereka benar-benar ikhlas dalam beramal menyebarkan Islam kerana mereka tahu bahwa kunci kejayaan dalam mendapatkan kemenangan adalah ikhlas. Lebih jauh lagi bahwa syaitan tidak akan mampu untuk menghalangi langkah-langkah dakwah selama mana para pendakwah berjiwa ikhlas.
Inilah beberapa ciri "itqaan" dalam berdakwah, maka dari sinilah nampak suatu kemestian membangun ruh ketelitian dan kerapian dalam beramal di lapangan dakwah yang merupakan satu prinsip yang tidak boleh dipandang ringan.

Ya Allah, kurniakanlah sifat "itqaan" dalam kami melaksanakan segala tanggungjawab yang telah dipikul oleh kami sehingga kami tetap istiqamah dan berterusan dengan usaha-usaha dan amalan-amalan kami walaupun kecil dari pandangan manusia kerana kami yakin bahwa kebesaran sesuatu amal itu bergantung kepada keikhlasan yang mengiringinya serta niat untuk mencapai keredhaanMu.

Ameen Ya Rabbal Alameen
WAS

‘ma’rakah’ (perjuangan) paling utama adalah tarbiyah

Assalamualaikum ikhwah dan akhawat sekalian,

Imam Hasan Al-Banna mengajak kita untuk menolehkan pandangan kita pada tarbiyah malah beliau menegaskan akan peri pentingnya keteguhan setiap individu terhadap tarbiyah dan mujahadah’ (kesungguhan) sehingga menjadi tiang yang kukuh dan generasi yang sempurna.

Beliau berkata :

“Bahwa ma’rakah’ (perjuangan) kita paling utama adalah tarbiyah” yang disuburkan di tengah-tengah umat akan kefahaman bahawa apapun bentuk dakwah yang tidak di asaskan kepada kerja tarbiyah pada hakikatnya adalah ibarat fatamorgana yang menipu.”

Imam Hasan Al-Banna memahami bahawa pembangunan generasi merupakan suatu kemestian dalam usaha untuk melakukan pengislahan dan di antara keistimewaan dakwah Al-Ikhwan berbanding dakwah-dakwah yang lain adalah kerana Al-Ikhwan berjalan dengan tarbiyah yang mampu mengukuhkan kewujudan dan pewarisan (tawrits) dakwah dan perkara tersebut merupakan bentuk yang menakjubkan dalam jamaah ini seperti yang disebutkan oleh Imam Al-Adwi sebagai “Jamaah Tarbawiyah”.

Tarbiyah menurut Al-Ikhwan adalah satu-satunya jalan untuk :

1.      Membangun generasi yang soleh dan bertaqwa.
2.      Mewujudkan peribadi muslim yang jujur.
3.      Membentuk dan memiliki jiwa pejuang.

Al-Ikhwan memahami bahawa tarbiyah :

a.       Memerlukan jalan yang panjang dan berat.
b.      Memiliki banyak rintangan dan hambatan.

sehingga tidak ada yang mampu bersabar melaksanakannya kecuali hanya sedikit sahaja.

Namun hanya ini merupakan satu-satunya jalan menuju satu tujuan dan tidak ada alternatif lainnya sehingga dengan itu pula Al-Ikhwan menamakan gerakan ini dengan sebutan :

“Madrasah pembinaan dan pembentukan yang diasaskan di atas manhaj yang komprehensif dan agung”.

Ia adalah :

1.      Madrasah yang menjadikan agama sebagai sumber kehidupan.
2.      Madrasah yang mampu mentarbiyah potensi individu.
3.      Madrasah yang melakukan perjanjian dengan individu yang ditarbiyah.
4.      Madrasah yang membentuknya memiliki sifat-sifat amilin yang soleh dan sempurna samada dari sudut kefahaman mahupun keyakinan, akhlak dan perilaku sehingga menghadirkan contoh yang agung sepanjang sejarah dan perjalanannya.

Sesungguhnya ia menjadi sebaik-baik madrasah.

Jika sekiranya tidak ada tarbiyah, maka Al-Ikhwan tidak akan mampu menghadapi zionis dan mengalahkannya ketika berlakunya peperangan di bumi Palestin menghadapi pasukan Inggeris di terusan Suez.

Begitu pula dengan tarbiyah yang mantaplah yang menjadikan mereka teguh dalam menghadapi berbagai ujian, cubaan, penjara, siksaan dan celaan yang mendera mereka.

Imam Hasan Al-Banna merupakan pengasas madrasah ini di saat berlakunya perubahan pada sisi Islam yang mulia dari sekadar pandangan-pandangan yang bersifat teori yang terdapat dalam buku-buku kepada alam realiti yang dapat dirasakan dan disentuh melalui tarbiyah dan takwin.

Beliau menegaskan akan peri pentingnya memantau barisan dan membersihkannya dari kelemahan di mana beliau berkata :

“Jika di antara kamu ada kelompok yang sakit hatinya, menyembunyikan tujuan terselubung, ketamakan yang ditutupi dan kecewa pada masa lalu, maka keluarkanlah semuanya dari jiwa kamu kerana yang demikian itu akan menjadi pembatas masuknya rahmat, penutup masuknya cahaya dan taufik ke dalam hati”.

CIRI-CIRI DAN KEISTIMEWAAN TARBIYAH

Imam Hasan Al Banna berkata tentang tarbiyah :

“Bahawa dakwah Al-Ikhwan memiliki keistimewaan khusus dengan ciri-ciri yang berbeza dari  dakwah-dakwah yang lain; samada yang semasa dengannya atau pada masa lainnya dan di antara ciri-cirinya adalah perhatiannya terhadap pembentukan dan memiliki tahapan dalam setiap langkah-langkahnya”.

Pembentukan dan tarbiyah yang kukuh menurut Al-Ikhwan memiliki ciri-ciri dan keistimewaan khusus yang tidak boleh diingkari oleh para murabbi, iaitu di antaranya:

1. At-Tarbiyah Ar-Rabbaniyah (Tarbiyah Rabbaniyah) bahwa kita memiliki dakwah rabbaniyah yang setia kepadanya dan di antara ciri-ciri khas dakwah rabbaniyah ini adalah :

a. Al-Masdar Ar-Rabbani (Sumber Yang Rabbani) dengan erti bahwa dakwah ini menerima segala perintahnya dari Allah, berjalan sesuai dengan kehendak Allah dan sesuai dengan apa yang telah diwajibkanNya ke atas kita.

b. Al-Ittijah Ar-Rabbani (Arah Yang Rabbani) dengan erti bahwa kami hanya berharap segala usaha dan kerja kami hanya kerana Allah dan mencari redhaNya dan dari sini, kami semua bebas dari berbagai tuduhan (seperti tujuan menghalalkan segala cara); kerana kami berusaha menjadikan arah Rabbani sebagai manhaj kami.

c. Al-Wasilah Ar-Rabbaniyah (Wasilah Yang Rabbani) iaitu bahawa kami tidak berjalan dalam melakukan perubahan menggunakan wasilah lain yang ditolak oleh syariat sehingga mampu mewujudkan tujuan yang rabbani.

2. At-Tarbiyah As-Syumuliyah (Tarbiyah Yang Menyeluruh) iaitu tarbiyah yang mencakupi berbagai potensi jiwa manusia (akal, perasaan dan perilaku), sehingga memberikan pembentukan pada segala potensi tersebut haknya dalam melakukan perubahan dan sempurna dalam melakukan proses perubahan tarbiyah. Jika tidak, maka perubahan yang kita lakukan merupakan perubahan yang sia-sia dan hampa dan hanya menghasilkan individu yang hampa pula.

3. At-Tarbiyah Al-Wasatiyah (Tarbiyah Yang Bersifat Pertengahan) iaitu tidak ada ‘ifrat’ (pengurangan) dan ‘tafrith’ (berlebihan) di dalamnya, tidak cenderung pada satu sisi terhadap kepentingan sisi tertentu, tidak berlebihan pada satu perkara dan tidak mengindahkan perkara lainnya, namun menggunakan segala perkara dengan seimbang, adil dan jalan pertengahan.

4. At-Tarbiyah Al-Insaniyah (Tarbiyah Yang Manusiawi) iaitu terbiyah yang membuka interaksi dengan jiwa manusia bukan benda mati; yang dalam perjalanannya menggunakan sunnah Ilahiyah dalam berinteraksi dengan jiwa manusia dan menyedari bahawa setiap jiwa memiliki prinsip-prinsip, sendi-sendi, ciri-ciri, perasaan dan sentuhan yang mesti sentiasa diperhatikan.

5. At-Tarbiyah Al-Manhajiyah (Tarbiyah Yang Bertahap) iaitu tarbiyah yang sentiasa bertahap dalam langkah-langkah dan fasa pembentukannya sesuai dengan prinsip bertahap dan sesuai dengan konsep yang tersusun rapi, tergambar dan jelas ciri-cirinya, tidak terburu-buru, tidak mendahului realiti dan tidak melampaui tingkatan tangga tarbiyah yang diidam-idamkan kerana barangsiapa yang tergesa-gesa sebelum tiba waktunya maka akan mengalami penyesalan.

6. At-Tarbiyah Al-Mustamirrah (Tarbiyah Yang Berkesinambungan) iaitu tarbiyah yang dimulai dari semenjak kelahiran hakiki jiwa manusia; dengan konsep komitmen terhadap dakwah dan tarbiyah, bahkan mungkin dimulai pada umur baligh, kemudian diteruskan sesuai dengan perjalanan hidupnya secara sistemik hingga akhir hayatnya; iaitu kerja tarbiyah yang tidak pernah berhenti. “Dan Beribadahlah kepada Tuhanmu hingga datang kematian” (QS Al-Hijr : 99), kerana itu seseorang tidak boleh mendakwa bahawa dirinya memiliki tingkat paling atas (senioriti) dalam kerja tarbiyah walauapapun posisinya.

7. At-Tarbiyah Al-Ijabiyah (Tarbiyah Yang Positif) iaitu dakwah menuju cita-cita yang waqi’ie dan keberkesanan dalam kerja, terfokus pada pembahasan tentang jiwa yang positif yang dimulai dari dalam diri, terfokus padanya dan berusaha meningkatkan potensi yang ada di dalamnya, menggelorakan jiwa yang positif dan konstruktif, efektif dan produktif serta menyebarkan jiwa optimis dalam diri.

8. At-Tarbiyah Al-Waqi’iyah (Tarbiyah Yang Realistik) iaitu tarbiyah yang dimulai dari jiwa seadanya, berkomunikasi sesuai dengan keadaan dan realiti yang melingkunginya.

9. At-Tarbiyah Al-Murunah (Tarbiyah Yang Anjal) iaitu tarbiyah yang seiring dengan keadaan amal dakwah iaitu menyangkut individu dan masyarakat yang melingkunginya.

10. At-Tarbiyah Al-Harakiyah (Tarbiyah Yang Sentiasa Dinamik Dalam Bergerak) iaitu tarbiyah yang dibangun di atas asas pembinaan medan yang realistik, bukan sekadar ideologi atau teori semata-mata.

11. At-Tarbiyah Ad-Daqiqah Wal Amiqah (Tarbiyah Yang Kukuh dan Mendalam) iaitu tarbiyah yang bukan hanya nampak pada permukaan semata-mata, namun meresap ke dalam lubuk hati manusia dalam berbagai ajaran, wasilah dan bentuk-bentuknya.

KANDUNGAN TARBIYAH

Al-Ikhwan telah memberikan batasan tentang konsep tarbiyah dan takwin sebagai berikut :
1. Cara yang bersinergi dalam berinteraksi dengan fitrah manusia dalam bentuk arahan langsung; samada dengan kata-kata atau qudwah (keteladanan), sesuai dengan manhaj dan wasilah khusus bagi melakukan perubahan ke atas manusia untuk menjadi lebih baik.

2. Susunan pengalaman tarbiyah yang digerakkan oleh jamaah terhadap individu dengan tujuan untuk membantu mereka melakukan pertumbuhan yang komprehensif, bersepadu dan seimbang dalam berbagai sisinya (iman dan akhlak, sosial dan politik, akal dan jiwa, ilmu pengetahuan dan seni, jasad dan ruh); dengan pertumbuhan yang mengarah kepada pengislahan perilaku dan bekerja untuk mewujudkan insan soleh yang diidam-idamkan.

3. Merubah manusia dari satu keadaan ke keadaan yang lain, (dalam pandangan dan ideologi, perasaan dan sentuhan rasa, tujuan dan wasilahnya), pembentukan yang menembusi ruh, alam nyata dan rasa, bukan hanya dalam bentuk nyata semata-mata, yang direfleksikan dalam perjuangan dan kesungguhan yang menyatu pada individu atau peribadi yang ditarbiyah.

Maka dari orang yang teguh dengan tarbiyah, mampu melintasi jalan panjang yang menyebar serta menyentuh setiap individu, keluarga dan masyarakat sesuai dengan sistem dan bangunan Islam yang lengkap; dengan memperhatikan tahap-tahap perubahan yang diidam-idamkan; “pengetahuan, perasaan dan perilaku” atau “jiwa, hati dan raga”, sebagai manhaj untuk melakukan pembentukan yang dimulai oleh individu.

TARBIYAH BEKALAN UTAMA DALAM DAKWAH
Mana mungkin kita akan berterusan dalam dakwah kecuali jika kita cukup bekalan tarbawi kerana orang yang tidak cukup bekalan tidak akan dapat memberi tarbiah kepada orang lain.
Tarbiyah sepatutnya menjadi syiar kita dalam dakwah malah ia seharusnya menjadi keutamaan kita. Syiar inilah yang akan berada di hadapan kita dan yang semestinya dijadikan sebagai realiti di medan.
Kita pindahkan segala teori kepada praktikal serta pelaksanaan yang mendalam.
Di antara ciri-ciri tarbiah adalah :
  1. Menghimpunkan.
  2. Menyusun.
Intima’ kita bukan sekadar intima’ fikrah semata-mata atau emosi sahaja atau haraki semata-mata malah intima’ kita dengan dakwah ini terbahagi kepada tiga rukun :
  1. Intima’ fikri pada akal.
  2. Intima’ hati di jiwa.
  3. Intima’ haraki pada anggota tubuh badan.
Maka tarbiah yang sebenar yang difahami oleh Al-Ikhwan adalah secara tanzimi (tersusun) dan tajmi’ (menghimpunkan).
Ya Allah kekalkanlah diri kami di atas jalan tarbiyah ini yang akan memantapkan penggabungan kami terhadap harakah yang berkat ini meliputi pemikiran, hati dan pergerakan kami.
Ameen Ya Rabbal Alameen
WAS

Syakhshiyah Islamiyah Mutakamilah Mutawazinah


Assalamualaikum ikhwah dan akhawat sekalian,

Memahami fiqh tarbiyah adalah menjadi sesuatu yang penting kerana dengan tarbiyahlah akan lahir ‘Syakhshiyah Islamiyah Mutakamilah Mutawazinah’ (keperibadian Islam yang lengkap dan seimbang) yang bersedia untuk menghadapi tentangan dan halangan  zaman dengan segala masalah, ujian dan cobaannya.

Agar usaha-usaha untuk menghasilkan aktivis-aktivis seperti yang tersebut di atas berhasil, maka manhaj tarbiyah mestilah mampu merealisasikan tujuan-tujuan berikut ini :

PERTAMA : Memahami Islam sebagai manhaj atau pedoman hidup bagi manusia yang bersifat :

  1. ‘Syumul’ (sempurna).
  2. ‘Tawazun’ (seimbang).
  3. ‘Takamul’ (lengkap).
  4. ‘Alamiyah’ (sejagat).
  5. ‘Murunah’ (anjal).
  6. ‘Waqi’ieyah’ (realististik).
  7. Rabbaniyah’ (bersumber dari Allah).

KEDUA : Memiliki komitmen pada Islam dalam semua aspeknya samada sosial, politik, ekonomi, pendidikan dan lain-lainnya sehingga semua teori dan pandangan dapat di aplikasikan di dalam kehidupan yang nyata.

KETIGA : Memperhatikan keadaan objektif masyarakat dalam hal aplikasi, komunikasi dan interaksi dengan prinsip-prinsip Islam. Semua ini mesti disesuaikan dengan situasi, keadaan, waktu dan tempat samada yang melibatkan kaum muslimin ataupun dengan bukan muslim dan juga samada dalam ‘ta’amul da’awi’ (interaksi dakwah) ataupun ‘ta’amul siyasi’ interaksi politik.

Selain itu juga perlu dilihat apakah di dalam masyarakat yang mempunyai ketaatan yang jitu  ataukah ketaatan yang pelbagai dimensi kerana memang tidak mungkin untuk mengaplikasikan Islam hanya dengan satu model.

Oleh kerana itu diperlukan pengukuhan hukum syari’e dalam berinteraksi dengan orang lain  dan manhaj tarbiyah mestilah dicernakan di atas landasan ini.

KEEMPAT : Memperhatikan tanggungjawab tarbiyah dalam rangka mencetak aktivis dakwah dan generasi yang boleh bergaul dengan masyarakat luar, mampu mempengaruhi dan tidak menganggap mereka sebagai musuh walaupun perlakuan mereka keras, kasar dan menyakitkan.

Oleh kerana itu, pendakwah sebenar dan aktivis yang berjaya adalah justeru orang yang  mampu merekrut orang-orang yang sukar direkrut. Di sini nampak adanya perbezaan daya tarik dan kemampuan di antara para aktivis untuk menguasai dan merekrut massa.


PEMBINAAN AKTIVIS

Pembinaan aktivis merupakan lanjutan dari pembinaan massa yang berfungsi untuk saling melengkapi dan tidak boleh dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya.

Pembinaan aktivis adalah proses pembentukan yang difokuskan kepada orang-orang tertentu hasil rekrut dari massa dan bertujuan untuk mempersiapkan para pendakwah dan murabbi di tengah-tengah masyarakat serta untuk masyarakat.

Jika perkara ini tidak menjadi tujuan tarbiyah, maka proses pembinaan aktivis hanya akan menjadi sebagai kegiatan rutin yang terbatas pada pengislahan peribadi yang ekslusif, bahkan kebaikan yang bersifat pasif, kerana tidak memiliki peranan pengislahan terhadap masyarakat dan realiti kehidupan.

Pembinaan aktivis adalah bertujuan untuk meningkatkan berbagai kemampuan dan keahlian aktivis agar dapat berperanan dalam  mengendalikan dan merekrut massa di bidang tarbiah, dakwah, harakah dan siasah serta mampu menyiapkan masyarakat agar bersedia melakukan gerakan reformasi dan perubahan.

Namun, tidak semua orang mesti atau dipaksakan mengikuti proses pembinaan aktivis kerana potensi, kemampuan dan persediaan manusia  tidaklah sama. Selain itu, tidak semua orang memiliki persediaan untuk menjadi aktivis dakwah.

Di antara sifat-sifat yang mesti ada pada seorang pendakwah adalah :

  1. Pandangan yang jauh ke depan.
  2. Kejernihan hati.
  3. Bijak.
  4. Sabar.
  5. Mencintai orang lain.
  6. Bersemangat membimbing mereka.
  7. Tawakkal kepada Allah.
  8. Ikhlas hanya menginginkan balasan dariNya.

sehingga ia mampu  membuatkan :

  1. Sesuatu yang dibenci menjadi disenangi.
  2. Yang jauh menjadi dekat.
  3. Lawan menjadi kawan.

Orang-orang pilihan Allah, para nabi dan rasul berdakwah secara aktif di tengah-tengah masyarakat dan hidup bersama mereka.

Sebagai contoh perjuangan Nabi Nuh alaihissalam untuk berdakwah kepada kaumnya tanpa kenal penat lelah :

Nuh berkata: ya Tuhanku sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang, maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari(dari kebenaran).  Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka  (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (ke mukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat. Kemudian sesungguhnya aku telah menyeru mereka  (kepada iman) dengan cara terang-terangan, kemudian sesungguhnya aku (menyeru) mereka (lagi) dengan terang-terangan dan dengan diam–diam, maka aku katakan kepada mereka: mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya  Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah? padahal Dia sesungguhnya  telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan kejadian“ (QS Nuh : 5 – 14)  

Kemudian Nabi Ibrahim as yang merupakan peribadi pemimpin yang taat kepada Allah swt,  yang menghadapi kaumnya sendiri tanpa adanya jamaah, parti atau golongan yang mendukungnya. Ia menghadapi mereka dengan pembahasan yang kuat dan logik yang mantap ketika kaumnya berpaling maka ia menghancurkan berhala-berhala mereka.

Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya. Maka  Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur terpotong-potong kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain agar mereka kembalikan (untuk bertanya) kepadanya. Mereka berkata: siapa yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami?, sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang zalim. Mereka berkata: Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim. Mereka berkata: (Kalau demikian) bawalah dia dengan cara yang dapat dilihat orang banyak agar mereka menyaksikan. Mereka bertanya: Apakah kamu yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan–tuhan kami wahai Ibrahim? Ibrahim menjawab: Sesungguhnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu jika mereka dapat berbicara. Maka mereka telah kembali kepada kesedaran mereka dan lalu berkata: Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang–orang yang menganiaya (diri sendiri) “.  (QS Al-Anbiya’ : 58 ­- 64.)   

Dan akhirnya Nabi Muhammad saw yang tidak membiarkan kesempatan berlalu tanpa usaha dakwah, mengajak manusia ke jalan Allah.

Beliau di satu sisi mempersiapkan aktivis dakwah di rumah Al Arqam bin Abi Al Arqam namun di sisi lain juga tidak pernah putus berdakwah dalam masyarakat Arab dengan mendatangi tempat-tempat berkumpulnya orang ramai seperti di pasar-pasar ‘Ukaz, Majinnah, Zilmajaz dan Mina.

Bukankah Rasul memang diutus sebagai rahmat untuk semesta alam sebagaimana yang dijelaskan di dalam Al Qur’an :

Wahai manusia sesungguhnya aku utusan Allah kepada kamu semua“. (QS AL A’raf : 158)

‘Dan Aku tidak mengutusmu melainkan sebagai rahmat untuk semesta alam“. (QS Al-Anbiya’ : 107)

“Dan Kami tidak mengutusmu (Muhammad) melainkan untuk seluruh manusia membawa berita gembira dan peringatan akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya“.  (QS Saba’ : 28)    

TUJUAN TARBIYAH

Tujuan tarbiyah adalah untuk meningkatkan keimanan, ilmu pengetahuan serta akhlak, kesolehan dan melaksanakan kewajiban dakwah  serta memiliki komitmen di jalan dakwah untuk menggapai ridha Allah.

Pembinaan aktivis untuk peningkatan kualiti peribadi dan difungsikannya aktivis untuk kepentingan Islam mestilah sesuatu yang menjadi tujuan  tarbiyah.

Allah memilih para Nabi bukan sebagai tujuan, tetapi yang menjadi tujuan  adalah menyiapkan mereka untuk bertarung melawan kebatilan dan menyelamatkan masyarakat dari kekuasaan thaghut  (pemimpin yang zalim) agar mereka tunduk beribadah hanya kepada Allah dan menolak segala bentuk sistem jahiliyah.

PEMBINAAN MASSA

Sebagaimana yang dijelaskan di permulaan di mana pembinaan aktivis adalah lanjutan dari pembinaan massa. Ia merupakan penggerak pembinaan massa dan sekaligus mengarahkan, meluruskan serta mengendalikannya. Jadi pembinaan aktivis bukanlah sebagai pengganti atau sesuatu yang kontradiktif.

Sementara pembinaan massa adalah  usaha untuk merealisasikan peranan pembinaan aktivis melalui usaha tabligh, penyebaran fikrah dan mengajarkan Islam kepada masyarakat  sehingga mereka menjadi pendukung dakwah dan dengan itu akan berlakulah proses tajmi’ jamahiri’ (pengumpulan massa).

Jika perkara itu tidak berlaku, ini bererti pembinaan aktivis telah gagal kerana tarbiyah menjadi sesuatu yang tidak mempunyai peranan dan tujuan. Oleh yang demikian, pembinaan aktivis mesti direalisasikan dalam aktiviti dan sumbangan sosial sesuai dengan perspektif hadits nabawi :
  
‘Sampaikanlah olehmu dariku walaupun hanya satu ayat’ (HR Bukhari).

Belajar mestilah diteruskan dengan usaha mengajar, menerima mestilah diikuti dengan memberi dan seterusnya. Oleh yang demikian, pembinaan aktivis dan pembinaan massa bagaikan dua sisi mata wang yang tidak boleh dipisahkan antara satu sama lain dalam gerakan dakwah.

Ini jelas tergambar di dalam arahan Allah kepada para anbiya’ :

PERTAMA : Nabi Musa dan Harun alaihimas-salam :
 

      Dan Aku telah memilihmu untuk diriku (menjadi rasul). Pergilah kamu beserta saudaramu dengan membawa ayat-ayatKu, dan janganlah kamu berdua lalai dalam mengingatiKu; Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut “.  (QS Thaha : 41 – 44)


KEDUA : Nabi Muhammad saw :

    “Wahai Nabi sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi, dan membawa khabar gembira dan pemberi peringatan dan untuk itu jadi penyeru (da’ie) kepada  agama Allah dengan izinNya dan untuk jadi cahaya yang menerangi “. (QS Al-Ahzab : 45 – 46)


KETIGA : Para Nabi dan Rasul, dakwah mereka adalah juga dakwah kepada massa :

     Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing), sebagai satu keturunan yang sebahagiannya (keturunan) dari yang lain. Dan Allah Maha Mendengar Lagi Maha Mengetahui“. (QS Ali ‘Imran : 33 – 34)
  
    Dan tidaklah Kami mengutus para rasul itu melainkan untuk memberi khabar gembira dan memberi peringatan. Barang siapa beriman dan mengadakan perbaikan maka tidak ada kekhuatiran pada  mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati“. (QS Al ‘An’am : 48)

Ayat-ayat di atas dan yang serupa dengannya menegaskan akan adanya komunikasi massa dan arahan publik serta dakwah terbuka.

Ini adalah prinsip dalam syariat Islam iaitu wajib dilaksanakan dan tidak boleh diabaikan walaupun dengan alasan keamanan, belum ada kekuatan tanzim atau dengan alasan dakwah masih pada marhalah tertentu.

Jika kelalaian itu berlaku ianya bererti kita telah mengabaikan kewajiban da’wah ilallah’ dan amar ma’ruf nahi munkar’ yang disebabkan lemahnya semangat, sibuk dengan dunia, lemah iman, takut mati serta takut kehilangan harta benda.

Dakwah wajib disampaikan sekalipun situasi ketika itu berat dan sulit, kerana pandangan  tentang adanya  ‘da’wah sirriyah’ itu tidak mempunyai dalil syar’ie yang kuat sementara prinsip dalam dakwah adalah jahriyah’ (terbuka). Dakwah tidak boleh hilang kerana takutkan akan bahaya walaupun perlu menyesuaikan caranya (fiqh da’wah’).

Al-Qur’an dan sunnah Rasulllah saw menegaskan perkara ini :

Firman Allah :

“Dan katakanlah yang Haq dari Rabbmu maka barangsiapa menginginkan maka berimanlah dan barangsiapa yang menginginkan maka kafirlah.”

‘Ubadah bin Shamit meriwayatkan :

“Rasulullah memerintahkan kepada saya agar saya bicara yang Haq sekalipun pahit dan memerintahkan kepada saya agar saya tidak takut di jalan Allah akan kecaman orang lain
(HR.Ahmad)   

Demikianlah kefahaman yang benar tentang fiqh tarbiyah’, iaitu tidak boleh ada aktivis yang :

1.      Tidak memiliki kewajiban dakwah dan tarbiyah.
2.      Mengemukakan alasan untuk tidak berdakwah atau mentarbiyah.
3.      Berpeluk tubuh menjadi penganggur harakah.

Setiap aktivis mestilah menjadi unsur yang produktif dengan memberikan sumbangannya kepada jamaah dan harakah agar jamaah  terus berkembang dan meluas tanpa perlu menunggu perintah kepimpinan dan tanzim kerana pada dasarnya setiap muslim bertanggungjawab kepada Allah swt :

’’Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri“
(QS Maryam : 95)

 

“Tiap-tiap diri bertanggungjawab atas apa yang telah diperbuatnya“. (QS Al-Muddathir :  38)

BEBERAPA KESIMPULAN         

PERTAMA : Bahwa tarbiyah bersifat terbuka nampak jelas melalui arahan nabi / hadits yang diulang-ulang dan anjuran yang terus menerus untuk memenuhi keperluan masyarakat luas di mana perlu adanya sikap kepedulian terhadap urusan mereka dan menghilangkan kezaliman yang menimpa mereka.

“Barang siapa yang bermalam dan ia tidak peduli terhadap urusan kaum muslimin, maka ia tidak termasuk golongan mereka “ (HR Al-Bazzar)

KEDUA : Tarbiyah bersifat terbuka nampak jelas melalui keterangan rasul tentang hubungan yang terus berkembang dan maju di antara sesama kaum muslimin dan antara kaum muslimin dengan bukan muslim. Di antaranya kewajiban setiap individu terhadap yang lainnya:


  1. Pada gambaran sosial, Rasulullah saw bersabda :

      
          Hak seorang muslim atas muslim yang lain ada enam; [1] bila kamu bertemu dengannya maka ucapkan salam kepadanya, [2] bila kamu diundang maka penuhilah undangannya, [3] bila ia minta nasihat kepadamu maka nasihatilah dia, [4] bila ia bersin dan membaca alhamdulillah maka doakanlah dia dengan mengucap yarhamukallah, [5] bila ia sakit maka jenguklah dan [6] bila ia meninggal maka hantarkanlah jenazahnya sampai ke perkuburan “.  (HRMuslim)


Orang yang paling baik adalah orang yang paling bermanfaat buat masyarakatnya  (HR Al-Qadha’i)

 

  “Seorang mu’min yang bergaul dengan masyarakat dan bersabar atas perilaku dan sikap buruk mereka itu lebih utama dari pada seorang mu’min  yang tidak bergaul dengan masyarakat dan tidak sabar atas perilaku dan sikap buruk mereka“ (HR Tirmizi)


  1. Pada gambaran dakwah, Rasulullah saw bersabda :

“ Belalah saudaramu yang zalim atau yang dizalimi, lalu  berkata   seorang laki-laki: ya Rasulullah, saya membelanya jika ia dizalimi, bagaimana saya membelanya jika ia yang  menzalimi? Rasul menjawab: kamu cegah dia dari berbuat zalim, dengan demikian kamu telah membelanya“. (HR Bukhari)


         Demi Allah, dengan usahamu Allah memberikan hidayah kepada seseorang itu lebih baik bagi kamu dari unta merah (harta yang paling berharga)“. (HR Bukhari dan Muslim)

           Barang siapa yang menunjukkan orang lain kepada kebaikan maka baginya pahala  seperti  pahala orang yang melakukannya“. (HR Muslim)


  1. Pada gambaran hubungan persaudaraan, Rasulullah saw bersabda :


            “Seorang mu’min dengan mu’min yang lain bagaikan satu bangunan, satu dengan 
              yang lain saling memperkuat“.  (HR Bukhari dan Muslim)

         Seorang muslim adalah orang yang tidak mengganggu kaum muslimin dengan   lidah (kata-kata) dan tangan (perbuatan) nya, dan seorang mu’min adalah orang yang memberikan jaminan keamanan terhadap nyawa dan harta orang lain“. (HR Tirmizi dan Nasaie)
           
 Seorang muslim bersaudara dengan muslim yang lain, maka ia tidak boleh      mengkhianati, mendustai dan  menjadikannya hina, setiap muslim atas muslim yang lain baginya haram kehormatan, harta dan darah [nyawa] nya, taqwa ada di sini [Rasulullah mengisyaratkan tangan ke dadanya/hati], sudah cukup keburukan bagi seseorang dengan menghina saudaranya yang muslim“.  (HR Tirmizi)

  1. Pada gambaran amal jama’ie dalam menjalankan misi dakwah, amar ma’ruf nahi munkar’, pengislahan dan pengarahan, Allah swt berfirman :

            “Dan mesti ada di antara kamu ummat (golongan) yang menyeru kepada kebajikan, memerintahkan yang ma’ruf (baik) dan mencegah dari yang munkar (buruk) dan mereka adalah orang-orang yang beruntung “. (QS Ali ‘Imran : 104)

            Dan bekerjasamalah kamu atas dasar kebajikan dan ketaqwaan, dan janganlah bekerjasama di atas dosa  dan permusuhan “. (QS Al-Maidah : 2)

Rasulullah saw bersabda :

 “Hindari perpecahan dan berkomitmenlah pada jamaah, kerana syaitan selalu bersama dengan orang yang menyendiri (tidak berjamaah), dan ia menjauh dari   dua orang, maka barang siapa yang menginginkan syurga yang terbaik ia mesti berkomitmen pada jamaah“.

             Dan saya memerintahkan kepada kamu lima perkara, Allah memerintahkan saya dengannya: [1] berjamaah, [2] selalu bersedia untuk mendengar, [3] taat, [4] hijrah dan [5] jihad fi sabilillah. Barang siapa yang keluar dari jamaah walaupun hanya satu jengkal maka ia telah melepaskan ikatan Islam dari lehernya sampai ia kembali dan berkomitmen lagi pada jamaah, para sahabat bertanya: Ya Rasulullah, sekalipun solat dan puasa? Rasul menjawab: Sekalipun ia puasa dan solat serta mengaku sebagai seorang muslim“.  (HR Ahmad)

Ya Allah, berilah kefahaman yang benar kepada kami terhadap fiqh tarbiyah sehingga ianya
mampu menjadikan proses pembinaan aktivis sebagai wasilah ke arah pengumpulan dan
penggembelingan massa.

Ameen Ya Rabbal Alameen
WAS